Selasa, 17 Agustus 2010 14:29
Seorang mantan narapidana di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, kini menjadi kiai yang memiliki pondok pesantren.
Mantan narapidana (napi) itu adalah Sandiman Nur Hadi Widodo, pemilik Pondok Pesantren dan Panti Asuhan AL Ghifari di Dusun Gontan, Desa Sidorejo, Kecamatan Lendah, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Ia menjadi napi gara-gara merampok toko emas. Perhiasan emas seberat tujuh kilogram di sebuah toko emas Riau, dia rampok pada 1996. Pengadilan menjatuhi hukuman empat tahun penjara bagi Sandiman. Di dalam penjara benar-benar membuat dirinya bertobat, dan berjanji akan menjalani hidup sebagai orang baik setelah selesai masa hukumannya.
"Di penjara saya belajar agama dan selama tiga bulan saya hafal Al Quran. Allah memberi saya mukzizat begitu dasyat, karena begitu keluar dari penjara saya dapat membangun pondok pesantren dan panti asuhan," kata Sandiman, di Kulon Progo, Senin.
Menurut dia, selama di dalam penjara banyak kejadian yang menurut dirinya di luar logika. Ilmu hitam yang dimilikinya seperti kebal peluru hingga ilmu menghilang, tiba-tiba hilang dari tubuhnya.
"Semua ilmu hitam yang saya miliki hilang, dan sejak saya belajar agama saya menjalani hukuman dengan tenang, dan saya pasrah kepada yang memberi saya hidup," katanya.
Ia mengatakan selama dipenjara dirinya berkelakuan baik, dan ilmu agamanya terus diperdalam. "Saya memperoleh perlakuan khusus selama di dalam penjara. Saya diberi kepercayaan memberi khutbah, dan memberi pengajian di luar penjara, meski dengan pengawalan ketat," katanya.
Bahkan, kata dia, dirinya mendapat potongan hukuman selama satu tahun. "Saya diperlakukan secara khusus di dalam penjara, dan saya sangat bersyukur dengan semua itu, karena itulah jalan hidup saya yang dimudahkan oleh Allah SWT," katanya.
Sejak keluar dari penjara pada 10 September 1998, ia mulai membangun pondok pesantren dan panti asuhan yang selesai dibangun dan diresmikan pada 2000. Jumlah satri yang menimba ilmu di Ponpes Al Ghifari sebanyak 60 orang.
"Santri sebanyak itu berasal dari Jawa Barat, Jawa Tengah, dan daerah sekitarnya. Sudah 70 santri lulus dari pesantren ini,? katanya.
Ia membekali santrinya dengan keterampilan kerja, mulai dari beternak, menjahit serta teknik mesin. "Banyak santri lulusan Al Ghifari kini bekerja dan sebagian memiliki usaha sendiri," katanya.
Sandiman mengatakan dirinya selalu menanamkan kepada para santrinya untuk tidak patah semangat ketika menjadi orang miskin, dan pesantren ini memberikan berbagai bekal keterampilan kerja maupun untuk usaha lainnya. (ant/mad)